Kamis, 23 Januari 2020, jam 07.30 WIB. Saat saya sedang mandi untuk bersiap ke kantor, tiba-tiba suami menggedor pintu kamar mandi dengan keras, “Buruan. Ayah meninggal!”.
Innalillahi wa inna ilaihi rajiun.
Hati saya langsung mencelos. Hal yang saya takutkan selama beberapa bulan terakhir ini terjadi. Air mata saya tumpah. Sosok yang selama 6 tahun ini berjuang melawan penyakit stroke, akhirnya kembali ke pangkuan-Nya. Untuk yang belum baca cerita awalnya bagaimana Ayah saya terkena stroke, bisa dibaca ceritanya di sini:
Baca Juga: Pilot Incapacitation, Ketika Pilot Tak Mampu Menerbangkan Pesawat
Mendengar berita duka tersebut untuk pertama kalinya, hati saya gamang. Walaupun, sebagai anak perempuan satu-satunya, saya sudah mempersiapkan hal ini semenjak hari pertama Ayah terserang stroke di tahun 2014.
Waktu itu, hidup kami berubah 180 derajat. Ayah yang tadinya merupakan tulang punggung keluarga, mendadak tidak bisa melanjutkan profesinya sebagai pilot. Melihatnya terbaring di ICU dengan selang dan kabel-kabel yang tersambung dengan berbagai alat penunjang kesehatan membuat hati saya menangis. Bagaimana tidak, Ayah yang merupakan role model saya untuk selalu bekerja keras, kini terbaring tidak berdaya.
Tahun demi tahun berlalu. Kondisi Ayah semakin memburuk. Dari yang awalnya bisa berbicara dan berjalan dengan normal, lama-kelamaan Ayah kehilangan kemampuan fisik sekaligus psikisnya. Tidak hanya tak mampu berdiri atau berjalan, beberapa tahun belakangan Ayah menjadi tidak waras dan tidak dapat berpikir dengan normal.
Di titik itu, saya sudah merasa kehilangan sosok Ayah. Saya merindukan waktu-waktu dimana Ayah memberikan saya semangat untuk terus belajar, dikala nilai saya paling jelek satu kelas saat di MAN dulu. Ayah yang memberikan contoh untuk tetap berjuang, bahwa kita tidak boleh takut jika yakin benar.
Saya rindu saat Ayah pulang kerja, dan membawakan kami sekeluarga oleh-oleh yang tak seberapa dari kota-kota yang ia singgahi, tapi luar biasa bermakna. Saya rindu saat tengah malam mendengar gemerincing tas dan derap langkah kakinya berangkat untuk bekerja.
Saya rindu percakapan-percakapan kami, momen momen yang kami lewati, ketika kami berdiskusi soal pesawat, penerbangan, atau tentang kehidupan. Saya rindu padanya yang menyatakan betapa ia mencintai ibu saya, bagaimana mereka berdua bertemu dengan tidak sengaja, dan bagaimana ia sangat mencintai kami selaku anak-anaknya.
Ceritanya yang paling saya ingat adalah bagaimana perjuangannya dulu hingga bisa menjadi seorang pilot. Ayah saya berasal dari keluarga kurang mampu yang tinggal di pinggiran rel Kemayoran, Jakarta Pusat. Setiap hari, ia membantu orangtuanya berjualan es mambo untuk menambah uang jajan. Malam harinya, ia belajar tak kenal lelah. Padahal, setiap harinya ia sudah berjalan kaki cukup jauh dari dan ke sekolah.
Ketika Ayah menginjak bangku STM (Sekolah Teknik Menengah) di STM Penerbangan, ia menyambi sebagai pengemudi bajaj. Terkadang, waktu luangnya digunakan untuk reparasi bajaj; hingga jari-jari tangannya selalu kotor dengan oli.
Selepas STM, Ayah mendapatkan beasiswa dari presiden untuk sekolah penerbang di PLP (Pendidikan & Latihan Penerbang) Curug, Tangerang, kemudian bekerja sebagai pilot di usia 18 tahun. Dari supir bajaj menjadi supir pesawat adalah sebuah lompatan yang luar biasa.
Tangis saya pecah ketika melihat sosok Ayah yang terbujur kaku, berbalut kain kafan. Wajahnya begitu damai, seakan beristirahat dari perjuangannya selama bertahun-tahun melawan sakit.
Ketika jenazah Ayah dikebumikan, saya merasa sesak dan sedih luar biasa. Sosok yang hebat itu saat ini telah berpulang, bertemu dengan pencipta-Nya. Semoga surga untukmu, Yah. Kami akan selalu mendoakanmu dari sini. Semoga kita bisa bertemu lagi.
Fly high capt… See you on the other side 🙂
Larasati Neisia
Februari 5, 2020 at 4:42 pmInnalilahi wa inna ilaihi rajiun..
Tersentuh sekali baca perjuangan hidup Ayahnya mba dari kecil sampai akhir hayatnya. Sangat menginspirasi. Semoga amal ibadah Ayahnya diterima di sisi Allah SWT. Untuk mba dan keluarga yang ditinggalkan semoga diberikan ketabahan dan keikhlasan. Al – Fatihah..
Diani Sekaring Sejati
Februari 5, 2020 at 5:58 pmAmiin, terima kasih ya Mba Nesa atas doa-doanya 🙂
Triyatni
Februari 5, 2020 at 9:27 pmYa Allah Mbak Diani yang kuat dan tabah ya Iya aku ingat baca tulisan Mbak tentang Ayah yang jatuh sakit saat bertugas. Semoga beliau diterima segala amal ibadahnya. Beliau ayah yang hebat dan luar biasa. Turut berduka cita Mbak
Diani Sekaring Sejati
Februari 6, 2020 at 6:39 pmAmiin terima kasih ya Mbak Tri 🙂
Larasitha
Februari 9, 2020 at 12:29 amTurut berduka ya mbaa , kenangan anak perempuan sama ayah pasti banyak banget, semoga kerja keras Ayah mba terbayar dg surganya Allah
Julia
Februari 6, 2020 at 9:26 amSemoga almarhum di terima di Sisi Allah SWT. Mba Diani yang tabah dan ikhlas ya.
Bangla tentunta punya Ayah hebat dengan kisah perjalamap hidup yang mengagumkan Dan menginspirasi.
Diani Sekaring Sejati
Februari 6, 2020 at 6:40 pmAmiin, terima kasih banyak Mba Julia 🙂
Wian
Februari 6, 2020 at 5:58 pmInnalillahi wa inna ilaihi rojiun.
Turut berduka cita ya Mba. Aku ngikutin ceritanya di postingan mba sebelumnya. Sosok ayah jebat yang mampu berjuang mencapai impianny. Semoga beliau memdapatkan tempat terbaik di sisi Nya ya mba.
Diani Sekaring Sejati
Februari 6, 2020 at 6:40 pmAmiin ya robbal alamin, terima kasih untuk doa-doanya ya Mbak Wian.
Rafika Dwi Rahmah
Februari 7, 2020 at 7:48 amInnalillahi.. yaallah menangis aku:( jadi inget ayahku sendiri yang sampai sekarang gapernah berhenti berjuang untuk keluarganya..
Semoga ayah kakak diterima disisi-Nya, dan ditempatkan ditempat yang terbaik.. aamiin allahuma aamiin
Diani Sekaring Sejati
Februari 7, 2020 at 5:16 pmAmiin terima kasih Mba Rafika atas doa-doanya ya 🙂
dapurhamsa
Februari 7, 2020 at 11:18 amInnalillahi wa innaillaihi rojiun mbak Dani maaf batu denger kalau ayahnya meninggal. Semoga amal ibadah beliau diterima di sisi Allah dan keluarga diberi kekuatan. Sungguh tak mudah pastinya ya kehilangan sosok panutan
Diani Sekaring Sejati
Februari 7, 2020 at 5:15 pmAmiin terima kasih buat doanya Mba April.. Betul Mba, rasanya seperti ada yang kurang 🙂
Alfa Kurnia
Februari 7, 2020 at 12:28 pmTurut berduka ya, Mbak Diani. Semoga almarhum husnul khotimah. Baca cerita dari Mbak Diani, almarhum adalah sosok pribadi dan ayah yang hebat ya, Mbak. Semoga kenangan indah bersama beliau menjadi kekuatan bagi Mbak Diani melalui masa-masa sulit ini.
Diani Sekaring Sejati
Februari 7, 2020 at 5:14 pmAmiin, terima kasih Mba Alfa. Alhamdulillah mba insya Allah kami semua sudah ikhlas 🙂
Khairina Fidah
Februari 7, 2020 at 2:37 pmInnalilahiwainnailahi rajiun, semoga ayah kakak khusnul khotimah dan diberi tmpat terbaik di sisi-Nya
Diani Sekaring Sejati
Februari 7, 2020 at 5:14 pmAmiin, terima kasih untuk doanya Mba Riena..
Visya Al Biruni
Februari 7, 2020 at 3:44 pmInnalillahi wa inna ilaihi rojiun.. seemoga almarhum mendapatkan Tempat terbaik di sisiNya ya Mbak..
Alhamdulillah Ayah selalu hadir membersamai sampai value2nya menancap di hati :’)
Diani Sekaring Sejati
Februari 7, 2020 at 5:13 pmamiin, terima kasih ya Mba Visya 🙂
Fazirotul Firdaus
Februari 7, 2020 at 6:44 pmInnalillahi wa inna ilaihi rajiun. It broken my heart mbak. Kehilangan sosok ayah impact nya besar banget ternyata. Semoga mbak sekeluarga senantiasa diberi ketabahan dan semoga amal ibadah ayah mbak diterima oleh Allah SWT, aamiin aamiin. Keep strong mbak❤️
Diani Sekaring Sejati
Februari 21, 2020 at 1:05 amAmiin ya Allah.. terima kasih ya Mbak.. 🙂
Rani Retnosari Mantriana
Februari 7, 2020 at 7:55 pmInnalillahi wa inna ilaihi raajiuun.. Turut berduka cita mbak, semoga Ayahnya mbak mendapat tempat terbaik disisi-Nya, aamiin.. Ada pepatah “Ayah adalah cinta pertamanya anak perempuan”, mungkin karena sosok laki-laki pertama yang kita lihat adalah Ayah kita ya mbak, dengan segala perjuangan yang beliau jalani hingga bisa menumbuhkan semangat juang dalam diri kita pula.
Diani Sekaring Sejati
Februari 21, 2020 at 1:06 amBenar Mbak.. 🙂 Subhanallah.
Elly Nurul
Februari 7, 2020 at 8:07 pmMashaAllah mbak, virtual hug dulu buat kamu.. membaca cerita ini pasti ayah kamu sangat bangga sama kamu mbak, dari tulisan ini aku jadi tahu tentang cerita ayah kamu sebelum menjadi pilot, usia yang masih sangat muda ya bagi profesi pilot, InshaAllah itu yang terbaik ya mba
Diani Sekaring Sejati
Februari 21, 2020 at 1:07 amTerima kasih Mba Elly atas doa-doanya 🙂
Elly Nurul
Februari 7, 2020 at 8:30 pmInshaAllah yang terbaik untuk Ayahanda ya mbak, melihat kisah hidupnya sungguh sangat menginspirasi, menjadi pilot diusia muda sungguh suatu prestasi dan saya semakin memahami kenapa mba diani sering menulis tentang dunia penerbangan 🙂
rahma liasa zaini
Februari 10, 2020 at 1:15 amInnalillahi wa innalillahi rojiun mbaak, semoga ayah ditempat disisi terbaik. Dan semoga amal ibadahnya diterima dan dosa-dosannya diampuni aaaamiiin ya rabball alamin mbaaa
Diani Sekaring Sejati
Februari 21, 2020 at 1:08 amAamiin terima kasih Mba Rahma..
Diah Alsa
Februari 10, 2020 at 4:27 pmInnalillahi wa Innailaihi Rojiun..
Semoga Allah memberi tempat terindah di sisiNya, Aamiin.
salut buat Mbak yang tegar dan sabar menghadapi semua ini.
Diani Sekaring Sejati
Februari 21, 2020 at 1:08 amAmiin, terima kasih ya Mba Diah 🙂
Branggah
Februari 17, 2020 at 10:47 amInnalillahi wa inna illaihi Rojiun.
Diani turut berbela sungkawa ya atas Meninggalnya Ayahanda. Semoga beliau mendapat tempat yang paling baik di Sisi Allah SWT. Aamiin
Yang sabar dan ikhlas yaa Diani
Diani Sekaring Sejati
Februari 21, 2020 at 1:05 amAmiin, terima kasih ya atas doa-doanya.