Disclaimer: Tulisan ini murni pendapat saya pribadi dan tidak merepresentasikan instansi/ perusahaan apapun.
Beberapa waktu lalu, publik diramaikan dengan unggahan Youtuber Rius Vernandes yang berisi tentang foto menu kelas bisnis maskapai Garuda Indonesia yang ditulis tangan diedarkan ke penumpang kelas bisnis. Dalam unggahannya tersebut, Rius juga menyebutkan bahwa penumpang kelas bisnis rute Jakarta – Sydney tersebut kehabisan wine.
Larangan Berfoto dalam Pesawat
Kasus yang sebetulnya “ringan” tersebut membuat gempar para influencer dan warganet lantaran Garuda Indonesia mengeluarkan aturan larangan berfoto di dalam pesawat (yang kemudian dikoreksi menjadi “himbauan”).

Tidak hanya itu, Garuda Indonesia juga melaporkan Rius ke polisi atas dugaan pencemaran nama baik perusahaan.

Beberapa kalangan berpendapat Garuda terlalu berlebihan, arogan, reaktif, dan menghancurkan citra baik yang telah dibangun selama puluhan tahun.
Dalam pernyataannya, Rius menyebutkan bahwa tidak ada tendensi sama sekali untuk mencemarkan nama baik Garuda. Saat unggahan tersebut viral, pihak Garuda justru membantah bahwa menu tulisan tangan tersebut hanya merupakan catatan pribadi awak kabin yang tidak diedarkan ke penumpang.
Ada beberapa sumber yang kurang valid menuduh Rius meminta menu tersebut secara paksa kepada awak kabin untuk dipotret. Namun hal tersebut menurut saya janggal. Karena, kalau memang betul menu tersebut merupakan catatan pribadi awak kabin, bentuknya tidak akan serapi itu, serta tidak mungkin sampai ke tangan penumpang yang belakangan saya ketahui tidak hanya Rius dan pacarnya, namun juga penumpang lain di kelas bisnis tersebut.
Memanfaatkan Momen
Beberapa brand pun memanfaatkan momen ini untuk moment marketing, yaitu salah satu cara pemasaran brand dengan tap in ke momen-momen yang sedang hangat dibicarakan di kalangan masyarakat. Sebut saja, Grab ID (yang belakangan saya ketahui postingannya dihapus) Sang Pisang, hingga Gramedia turut memanfaatkan momen tersebut untuk meningkatkan engagement dengan audiens.

WOI PENGUMUMAN WOI pic.twitter.com/E3F0it9YHm
— Kaesang Pangarep (@kaesangp) 16 July 2019
PERINGATAN TEGAS DARI MIMIN. BERLAKU DALAM TEMPO YANG SESINGKAT-SINGKATNYA pic.twitter.com/3Y8Rlwu5Os
— Gramedia.com (@gramediadotcom) 16 July 2019
Bahkan, AirAsia Indonesia langsung meluncurkan digital activation “Momen bahagia saat terbang bersama Air Asia” yang meng-encourage penumpang untuk mengabadikan momen terbaik mereka saat menaiki maskapai ini.
Baca Juga: Etika Saat Naik Pesawat
Moment marketing ini, secara tidak langsung merupakan “sindiran halus” kepada Garuda Indonesia yang melarang penumpang untuk mengambil foto apapun saat berada di dalam kabin pesawat.
Apakah Mengambil Foto dalam Pesawat Tidak Diperbolehkan?
Ya, apabila penumpang melanggar privasi awak kabin atau penumpang lainnya (misal: memotret pramugari cantik). Atau, ketika penumpang malah asyik foto-foto ketika awak kabin sedang menjelaskan prosedur keselamatan penerbangan. Berfoto diperbolehkan dengan catatan, foto tidak diambil ketika pesawat mengalami “fase kritis” lepas landas dan mendarat.
Baca Juga: Pentingnya Memerhatikan Prosedur Keselamatan dalam Penerbangan
Diluar itu, apabila penumpang ingin selfie dan mengabadikan momen perjalanan di dalam pesawat udara, saya kira hal tersebut tidak bermasalah.
Apa pelajaran yang bisa diambil dari kasus ini?
Dari sisi public relations, ada beberapa pelajaran berharga yang bisa diambil dari kejadian ini.
Pertama, jadikan kritik dari pengguna jasa sebagai bahan untuk evaluasi perusahaan
Menu belum dicetak? Cukup ucapkan mohon maaf atas ketidaknyamanannya, saat ini menu masih dalam proses pencetakan. Lalu, penumpang dapat diberikan kompensasi berupa voucher diskon atau dessert tambahan.
Kedua, ubah momen negatif menjadi positif
Menu belum dicetak dan viral? Mengapa tidak membuat kompetisi “Desain in-flight menu Garuda Indonesia”? Pasti menjadi sebuah kebanggaan bagi para desainer grafis di luar sana apabila karyanya digunakan dalam seluruh penerbangan Garuda Indonesia. Atau, membuat konten khusus bersama Rius Vernandes yang berisi permohonan maaf, bincang-bincang santai, dan lain-lain.
Ketiga, jangan terlalu reaktif
Sekali statement keluar ke media, maka tidak akan bisa ditarik. Dikoreksi mungkin, namun apa yang dikatakan oleh juru bicara perusahaan pertama kali kepada media akan ter-publish selamanya.
Garuda Indonesia, dalam hal ini menarik pernyataan “Melarang penumpang mengambil foto” menjadi “Menghimbau penumpang agar tidak mengambil foto”. Hal ini menyiratkan bahwa Garuda Indonesia kurang memikirkan matang-matang statement yang dikeluarkan kepada media.
Keempat, selesaikan masalah sesuai dengan ranahnya
Apabila masalah terdapat di media sosial, selesaikan melalui media sosial. Tidak perlu hingga membawa ke ranah hukum. Pun, arogansi Garuda Indonesia terlihat karena sikapnya yang anti kritik.
Namun, keempat hal tersebut hanya bisa dilakukan apabila ada dukungan dari manajemen senior dan stakeholder terkait. Siapa yang tahu, jika sebenarnya tim PR Garuda Indonesia sudah berupaya membuat strategi krisis yang baik, namun pimpinan tidak mendukung? Well, hanya Garuda Indonesia yang bisa menjawabnya.
PR team: kami suda berusaha tapi maunya bapak begitu™
— GG (@bebasaktif) 16 July 2019
Sebagai perusahaan penyedia jasa, kualitas pelayanan merupakan hal yang utama. Kasus ini, akan terus diingat selama beberapa tahun ke depan sebagai pembelajaran bagi perusahaan lainnya, khususnya dari segi PR.
Apa pendapatmu tentang kasus ini? Yuk, diskusi di kolom komentar!
Cover Image: Dokumentasi Garuda Indonesia
Wow, keren pembahasannya. Memang ini lagi ramai dibincangkan di media sosial. Seharusnya Garuda malah berterimakasih jika direview oleh youtuber. Artinya, mereka dapat feedback untuk memperbaiki kekurangan mereka
Iya Mbak betul, lebih baik mendengarkan keluh kesah pelanggan, toh untuk kebaikan perusahaan juga 🙂 Terima kasih sudah membaca ya, Mbak.
Influencer hanya boleh mereview yg bagus bagus saja
Hehhehe kalau influencernya jujur, yang kurang baik juga seharusnya disampaikan 😀
Menurutku ini tambah menunjukkan kalau power media sosial itu mengerikan, kalau ga ga mungkin Garuda sampai mengadukan si youtuber kan ya
Ya Mbak, media sosial memang memiliki power yang luar biasa.. Yang seharusnya kita gunakan untuk hal-hal yang bermanfaat saja 😀
Dilema sebenarnya ya, Mba. Sebagai konsumen sebenarnya kita juga punya hak untuk mendapatkan pelayanan yg baik. Apalagi untuk sesuatu yg sudah mengeluarkan kocek lebih dari yg lainnya
Betul mbak. Ini kelas bisnis yang biayanya bisa berkali-kali lipat. Sebagai netizen, kita sebaiknya memberikan masukan dan saran dengan cara yang baik.. dan brand-brand juga sebaiknya menanggapi masukan dan saran dengan cara yang elegan 😀
garuda akhir-akhir ini memang kualitasnya sedang menurun. ditambah ada kasus ini malah makin bikin nama garuda jadi nyungsep. padahal kritik membangun seharusnya bisa menjadikan garuda lebih baik lagi sebagai maskapai kebanggaan bangsa.
Betul Mbak.. tahun ini sepertinya tahun yang berat buat Garuda karena ada serentetan kasus 🙂 Tapi jujur sih memang betul servicenya agak beda sama dulu. Namun awak kabin tetap paling ramah, hehe.
garuda terlalu terburu-buru sampai melaporkan kasus ini ke polisi, padahal ada cara yang lebih menarik atau mungkin memanfaatkan sebagai bagian dari promosi. seperti yang mbak bilang, ngadain acara desain menu bisa jadi ide yang bagus juga.
akhirnya setelah tertekan karena netizen dan himbauan ala-ala para perusahaan lain yang membebaskan berfoto, garuda mencabut laporan tersebut
Betul, yaa mungkin ada pertimbangan lain dari pihak manajemen Garuda yang kita tidak tahu.