Makkah. Madinah. Jannah.
Semenjak SD dan SMP, saya sudah banyak menyaksikan teman-teman saya berangkat Umrah bersama keluarga. Sepertinya menyenangkan sekali, bisa melihat Ka’bah, yang sehari-hari menjadi kiblat kami, kaum Muslimin saat menjalankan ibadah sholat.
Semenjak itu pula saya selalu bertanya-tanya dalam hati, kiranya adakah orang tua saya memiliki rezeki lebih untuk memberangkatkan kami sekeluarga ke Tanah Suci. Rupanya, memang belum rejeki saya pada saat itu untuk berangkat ke Tanah Suci bersama keluarga tercinta. Ketika saya di bangku SMU, Ibu berangkat terlebih dahulu ke sana bersama rekan-rekannya.
Selepas saya bekerja, bayangan untuk Umrah bersama keluarga sekali lagi muncul. Akan tetapi, Allah Swt. berkehendak lain. Pada bulan Juni 2014, Ayah mendapat serangan stroke, yang merupakan pukulan telak bagi keluarga kami. Ayah, yang sebelumnya berprofesi sebagai penerbang, tidak bisa lagi melanjutkan pekerjaannya dan memilih untuk keluar. Sementara Ibu adalah seorang ibu rumah tangga, yang mendidik anak-anaknya dengan tangannya sendiri semenjak kami masih kecil.
Saya memberanikan diri untuk berbicara pada Ibu perihal keinginan untuk berangkat ke Tanah Suci. “Kamu berangkat saja, Dik,” ujar Ibu saya, “Dengan kondisi Ayah yang saat ini masih rawat jalan, belum memungkinkan kalau kita berangkat sekeluarga,” jelasnya. Saya terdiam.
Berangkat sendirian?
Hmm..
Pada awal tahun 2015 saya menghubungi sahabat sekaligus rekan traveling saya, Kodil. Dia menjelaskan bahwa keluarganya sedang mencari travel agent untuk berangkat Umrah. Kabar baiknya, keluarganya tidak keberatan apabila saya turut serta. “Yang bener?” ujar saya pada Kodil. “Iya Di.. ikut aja sama kita.” Kodil mengiyakan.
Drama Vaksin Meningitis
Setelah mencari-cari travel kesana kemari, kami mendapatkan travel Al*a Wisata. Dengan harga sekitar Rp 25 juta, kami mendapatkan hotel bintang 3 di Madinah dan Makkah beserta kebutuhan penunjang lainnya. Harga tersebut belum termasuk biaya airport handling sebesar Rp 900.000 dan surat mahram sebesar Rp 300.000 untuk perempuan yang berangkat tanpa didampingi keluarga seperti saya.
Jangan lupa untuk suntik vaksin meningitis, yang merupakan syarat wajib untuk jamaah yang akan berangkat ke Tanah Suci. Untuk yang berdomisili di Jakarta, suntik meningitis bisa dilakukan di KKP (Kantor Kesehatan Pelabuhan) Tanjung Priok maupun Bandara Soekarno Hatta. Saran penting untuk suntik meningitis: datanglah sepagi mungkin!
Saya berangkat pukul 05.00 dari kos, dan sampai di KKP Soetta 1 jam kemudian. Wah, ternyata sudah ada yang mendahului kami. Saya mengisi formulir pendaftaran vaksin dan memasukkannya di kotak yang telah disediakan. Nantinya, petugas KKP akan memanggil kita sesuai dengan antrian formulir tersebut.
Pukul 08.00, KKP mulai buka. Seorang Ibu berpakaian seragam dan wajah agak galak berbicara melalui megafon. Orang-orang yang sudah mengantri sejak pagi pun mulai berkerumun. “Antri! Antri!” bentak Ibu KKP tersebut. “Kalau tidak antri saya tidak akan layani!” bentaknya lagi. Saya melihat ke sekitar. Nenek dan kakek renta, bapak, ibu, dan anak-anak tampak kecewa dihardik seperti itu. Inikah bentuk pelayanan publik kita?
Tak lama menunggu, saya, Kodil, dan keluarga Kodil dipanggil untuk masuk ke sebuah ruangan. Di ruangan tersebut, terdapat seorang Ibu berjilbab yang saya duga adalah dokternya. Kami diwawancarai seputar riwayat penyakit, kapan terakhir kali haid, dan lain-lain. Untuk yang sudah berumur, dokter juga akan menanyakan riwayat darah tinggi.
“Dok, maaf, saya punya riwayat darah tinggi, apa sebaiknya tidak diperiksa?” tanya Kodil dengan polos (muka polosnya Kodil memang kadang-kadang bikin saya iba sih). Dokter tersebut malah menjawab dengan nada tinggi, “Kan sudah saya bilang, tes tekanan darah itu hanya untuk orang tua! Yang muda tidak perlu!” hardiknya. “Iya Dok tapi saya ada penyakit darah tinggi,” Kodil mencoba menjelaskan. Dokter tersebut tetap menjawab dengan judesnya, akhirnya kami semua keluar dengan melengos. “Begini amat ya pelayanan publik di Indonesia. Masyarakat sudah bayar, tapi diperlakukan seperti itu,” keluh Mama Kodil. Saya hanya tersenyum pahit. Setelah selesai tindakan, kami diberi Kartu Kuning yang berisi tentang informasi dan keterangan vaksin.
Total biaya yang diperlukan untuk vaksin meningitis adalah sekitar Rp 300.000,00, ditambah dengan Rp 150.000 apabila ingin melengkapi dengan vaksin influenza. Waktu yang tepat untuk vaksin meningitis adalah 1-2 bulan sebelum hari keberangkatan, agar vaksin dapat bekerja dengan maksimal di tubuh.
Haid? Oh no!
Sebagai perempuan, tentu saya merasa was-was apabila tamu bulanan datang ketika sedang di Tanah Suci. Bakal ga bisa ibadah! Belum lagi bayang-bayang akan sakit perut yang menghantui. Bisa-bisa saya cuma mendekam di kamar hotel. 1 bulan sebelum keberangkatan, saya datang ke klinik dan diberi obat Primolut. Obat tersebut hanya saya minum 2-3 hari, selanjutnya berdasarkan saran teman-teman, saya tidak melanjutkan konsumsi obat tersebut. Alhamdulillah, haid saya tidak datang sampai saya kembali ke tanah air.
Menyiapkan Perlengkapan Umrah
Satu lagi yang tak kalah penting adalah baju. Saya membeli baju-baju gamis dan kerudung panjang dengan harga yang relatif murah di Thamrin City. Untuk dress berbahan chiffon, harganya sekitar Rp 145.000 – Rp 200.000, sementara yang berbahan jersey mulai dari Rp 80.000- Rp 100.000. Jilbab bergo syari juga cukup terjangkau, harganya sekitar Rp 45.000 dan tersedia macam-macam warna. Ibu menyarankan, sekalian pakai baju dan kerudung yang bisa dipakai untuk sholat, sehingga tidak perlu lagi membawa mukena. Berikut list pakaian perempuan dan barang-barang yang harus dibawa untuk Umrah:
- Gamis putih beserta dalaman (kalau tidak didobel biasanya nerawang), 2 buah untuk ibadah Umrah di Makkah
- Kerudung putih (disarankan bergo) 2 buah
- Dress panjang/ gamis 3 buah, beserta kerudung
- Kaus kaki, 2 pasang cukup
- Manset tangan, 3 pasang cukup
- Sepatu yang nyaman, karena kita akan berjalan cukup jauh. Disarankan menggunakan sepatu yang empuk dan ringan semacam Skechers/ Reebok.
- Tas selempang dengan banyak kantong.
- Kantung plastik untuk menyimpan sandal/sepatu. Sebelum masuk masjid, simpan sandal/sepatu di plastik, dan dibawa ke tempat kita sholat.
- Botol minum, untuk bekal kita dan dapat diisi dengan air zam-zam yang banyak tersedia di dalam masjid.
- Sajadah tipis, wajib bawa. Terkadang, kita tidak selalu mendapatkan tempat di dalam masjid. Sajadah tipis sangat berguna apabila kita mendapatkan tempat shalat di luar masjid.
- Uang cash (Real) yang cukup. Memang, beberapa toko menerima pembayaran dengan Rupiah, namun tidak semuanya.
- Pelembab dan kaca mata hitam. Udara di Arab Saudi sangat kering.
- Pakaian dalam yang cukup dan handuk. Jangan berharap pada handuk hotel di Arab Saudi.
Semuanya saya pak dalam 1 koper besar, dengan harapan tidak akan bawa banyak printilan. Rentan untuk tertinggal dan yang pasti akan merepotkan diri sendiri.
Ah, satu lagi hampir ketinggalan. Jangan lupa pastikan cuti Anda sudah clear. Karena saya berangkat pada libur Natal dan Tahun Baru, saya mengambil cuti 5 hari, dan libur 4 hari. Total perjalanan Umrah biasanya berkisar 9 hari.
Barang-barang sudah siap, rasanya ingin cepat-cepat berangkat.
Tanah Suci, wait for me…. [to be continued]
Mba, nomor2 pada daftarnya bikin aku bingung sejenak. Hehe. Walau begitu, artikelnya membantu kok Mba. Semoga ibadahnya lancar ^^
Hehe iya maaf mba kesalahan teknis nih. Makasih sdh mampir baca yaa mba 🙂
semoga lancar ibadahnya mbak 🙂
Terima kasih Mbak Amirria 🙂 Alhamdulillah sudah berangkat mbak, ini cerita kemarin. Hehe.
terima kasih ya sudah berbagi. Saya juga berharap bisa segera umroh, hopefully within 2018. Aamiiin YRA..
Sama-sama Mbak Indah, salam kenal 🙂 Semoga ibadahnya dapat terlaksana dengan lancar ya Mbak 🙂